Sebuah Nasehat untuk Nasehat

Selasa, 08 Februari 2011

“Wudhu seperti itu tuh salah!” seseorang berkopiah dengan baju koko putih bersih tiba-tiba bercelutuk ketika melihat seorang pria sedang berwudhu.

Seketika juga sang pria tersentak dan terhenti dari wudhunya. Kepada siapa lagi pria berbaju koko ini berbicara kalau tidak kepadanya karena dialah satu-satunya yang berwudhu saat itu. Sedangkan yang lainnya hanyalah bocah-bocah yang ramai bermain dalam keceriaan. Saat itu juga tiba-tiba keramaian bocah terhenti. Seluruh mata kini reflek menatap pria dengan parfum yang tercium harum tersebut dan kemudian berbalik menatap pria yang sedang berwudhu.

“Terus bagaimana yang benar?” sang priapun akhirnya balik bertanya dengan wajah sedikit merah padam. Suaranya serak seperti menahan amarah. Rupanya sang pria sedikit jengkel juga walaupun dia menyadari bahwa dirinya salah. Tepatnya sang pria kesal karena malu. Disana banyak orang dan banyak anak kecil juga salah satu putranya yang kini menyaksikan ayahnya yang tak becus dalam berwudhu.

Dalam hati kini pria membatin “Mentang-mentang banyak ilmunya!” alih-alih merasa berterima kasih karena tengah hendak dibetulkan wudhunya, sang pria malah beralih meredam sakit hati dalam hati karena telah ditergur terang-terangan di depan orang banyak. Sang pria hanyalah manusia biasa yang pastinya punya perasaan.

~~~~~~~~~~~

Sedikit merenung tadi malam setelah membaca sebuah buku pada bab Nasihat dan akhirnya membuat saya tergerak menuliskan ini. Bukan karena apa-apa namun lebih karena saya amat tertohok dengan setiap baris kata-kata di dalamnya. Karena saya baru
sadar bahwa ternyata menasehati itu amat tinggi pahalanya disisi Allah. Dan karena saya juga miskin ilmu sehingga tak dapat menasehati, maka tidak apalah, semoga sepenggal tulisan yang merupakan rangkuman dari beberapa tulisan ini merupakan sebuah nasihat yang baik.

Rasulullah bersabda “Agama adalah Nasihat” (HR Al-Tirmidzi: 1927 dan An-Nasa`i: 4211)
Seorang sahabat datang seraya mengabarkan “Rasulullah membaiatku atas tiga hal: mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan memberikan nasihat kepada setiap muslim”. (HR. Al-Bukhari : 57 dan Muslim:197)

Agama adalah nasihat dan saya sendiri merasa perlu sekali nasihat. Teringat firman Allah “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka merubah kondisi diri mereka” (Q.S Al-Ra`d:11). Ketika kita ingin merubah diri kita tentu perlu nasihat. Bukankah kita manusia biasa yang sangat sering khilaf?

Nasihat menjadi amat penting dalam kehidupan sebagai sarana meluruskan masyarakat: “Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia sedang kalian memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. (Q.S Al-Imran: 110)
Wah, saya sangat yakin semua sudah menyadari akan pentingnya mencegah kemungkaran terutama yang semangat dalam bidang dakwah. Karena untuk menjadi orang-orang yang taat kita perlu memberikan nasihat. Ketika kita menyampaikan nasihat, kita sedang memperbaiki kondisi umat dan mengangkat martabat mereka.

Namun sekarang permasalahannya adalah bagaimanakah cara mensaehati yang baik? Kita tentu tak boleh asal menasehati tanpa memikirkan bagaimana caranya? Bukankah Rasulullah bersabda bahwa Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. (HR Abu dawud dan tirmidzi). Maka tentu kita perlu memperhatikan adab-adab dalam memberi nasehat.

Dan menurut buku yang saya baca, karangan Dr. Amr Khaled, beliau berpesan “Berikanlah nasihat dijalan Allah! Ingatlah, diantara adab memberi nasihat adalah tidak menyampaikan nasihat di depan umum. Engkau tidak boleh mendatangi orang dan membuat wajahnya pucat pasi dihadapan orang banyak. Dengan begitu alih-alih memberi nasihat, engkau malah membuat orang lari. Manusia bukanlah malaikat. Seluruh manusia pernah berbuat salah. Kasihanilah, maafkanlah, dan berlaku lemah lembutlah kepada mereka! Ingat, dirimu pun sering berbuat salah.”

Dalam buku Dr. Amr Khaled dituliskan apa saja syarat nasihat
  1. Meyakini kebenaran nasihat yang disampaikan.
  2. Niat tulus. Pemberian nasihat bukan untuk tampil dihadapan manusia dan memosisikan diri lebih tinggi dari yang lain.
  3. Menasihati tidak di depan umum dan tidak dengan membuka aib orang. Orang mukmin memberi nasihat dan menutupi aib, sedang orang munafik membuka dan menyebar aib.
Hmm… Senada dengan pernyataan ini, Imam Syafi’i menjelaskan uslub yang terbaik dalam menyampaikan nasehat yang tersebut dalam kumpulan syairnya )Diwan Asy-syafi’i/ 96):
“Biasakanlah nasihatmu (disampaikan) dalam kesendirianku
Dan hindarilah (menyampaikan) nasehat di perkumpulan orang
Karena sesungguhnya nasehat di tengah orang banyak merupakan salah satu bentuk
Penghinaan yang tidak aku relakan untuk mendengarnya
Jika engkau menyalahi dan melanggar ucapanku ini
Maka janganlah kecewa (kesal) jika tidak ditaati (nasehatmu)”

4. Menyampaikan nasihat dengan lembut.

Seorang laki-laki mendatangi khalifah Harun Al-rasyid untuk memberinya nasihat. Ia berbicara dihadapan khalifah dengan kasar: “Engkau melakukan ini dan itu.” Apa tanggapan khlaifah? Khalifahpun bertanya, “Saudaraku, apakah engkau lebih baik daripada Musa A.S? “Tidak,” jawabnya. Harun Al-rasyid bertanya lagi, “Apakah aku lebih jahat daripada firaun?” “Tidak”, jawabnya. Harun Al-Rasyid melanjutkan, “kalau begitu, jika dirimu tidak lebih baik daripada Musa dan aku tidak lebih buruk daripada firaun, tidakkah engkau mengetahui bahwa Allah berfirman kepada Musa, “Katakanlah kepadanya dengan ucapan yang lemah lembut! Semoga dengan itu ia sadar atau merasa takut”(Q.S Thaha:44)


Kembali pada cerita si bapak yang ditegur wudhunya pada cerita yang saya tuturkan di awal. Seperti itulah kira-kira kurang lebih cerita yang saya tangkap disalah satu artikel media dakwah. Dan didalam artikel tersebut penulis mengingatkan sebuah pesan dari guru ngajinya dulu. “Jangan sekali-kali kita melakukan amar ma’ruf nahi munkar itu dengan cara yang kasar dan menyakitkan hati seseorang, karena telah banyak amar ma’ruf nahi munkar yang justru menimbulkan amar munkar nahi thaat (memerintahkan kemungkaran dan mencegah ketaatan). Lebih dikawatirkan lagi, karena sebab salah cara dalam ber amar ma’ruf nahi munkar menimbulkan kebencian seseorang kepada hukum Allah. Maka bisa juga amar ma’ruf nahi munkar itu dapat menyebabkan kekafiran seseorang karena bencinya terhadap Syariat.”

Saya hanya mencoba merangkum beberapa bacaan yang saya baca. Saya adalah orang yang tak pandai dalam memberi nasihat ato malah termasuk orang yang dibilang merugi karena tak berani dalam menyampaikan nasihat. Semoga kita semua menjadi orang yang berhati-hati dalam memberi nasihat sehingga tidak menyakiti hati orang lain. Dan semoga kita tidak kehilangan kesempatan untuk memberi nasihat di jalan Allah! Teringat hadis berikut:“Tiga golongan pertama yang masuk surga adalah; orang yang mati syahid, orang yang menjaga diri dan kehormatan, serta orang yang beribadah kepada Allah dengan ihsan dan memberikan nasihat kepada manusia.”



NB:  Semoga yang membaca ni tulisan paham deh. Kok kayaknya rangkuman saya amburadul y? hhe, masih belajar menulis nonfiksi tepatnya,, dr merangkum beberapa tulisan :D

1 komentar:

Razbie Mag mengatakan...

nice artikel., tulisannya bagus..
mmg betul, kt harus hati2 dlm memberi nasihat. Bnyk org yg merasa ilmuny tinggi kmudian mmberi nasihat tidak memperhatikan bagaimana carany tanpa menyakiti si penerima nasihat.Ketika kt mberi nasihat posisikan kt sbg penerima nasihat jd kt bs merasakan sbg org yg butuh nasihat dg cara yg baik bukan org yg merasa dia adl benar dan org yg dinasihati salah, kesanny men-judge. Menasihati org yg salah tsb niatkan krn kita sayang pdnya dan ingin yg terbaik untukny(menjadi lebih baik) bukan menjatuhakan atau menyalahkan.. hehe skdar pendapat ^_^

Mengenai Saya

Foto saya
Apalah arti sebuah nama, tapi ternyata nama sangatlah berarti. siapa nama anda dan bisa jadi kehidupan anda adalah seperti nama anda,,,

Entri Populer

Followers

Daftar Blog Saya