Cukup Kujaga Kau dengan Doa

Sabtu, 07 Mei 2011

“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepadaKu agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al-Baqarah: 186)

Doa adalah ibadah. 
Doa adalah senjata. 
Doa adalah benteng. 
Doa adalah obat. 
Doa adalah pintu segala kebaikan.

“Mairaa,,” panggilku dengan menadayu khas anak kecil sambil celingak celinguk memperhatikan rumah tetanggaku tersebut. Apakah Maira akan segera keluar atau tidak.

“Mairaa..” panggilku sekali lagi dengan suara cempreng khas anak kecil. Tapi sayang tak kulihat sedikitpun tanda-tanda kemunculannya. Yang ada hanya sahutan ibunya dari dalam rumah.

“Mairanya lagi tidur siang Da, mainnya besok-besok saja lagi ya!”

Kudengar samar-samar di dalam rumah itu suara Maira yang merengek ingin keluar menemuiku bermain. Aku yang saat itu masi berumur 10 tahun hanya bisa kembali ke rumahku dengan hati kecewa. Padahal hari itu kami sama sekali belum bermain apapun, tapi Ibu Maira sudah melarangnya untuk bermain. Akhirnya akupun kembali ke rumah, menjadikan kucing-kucingku sasaran untuk bermain.

Ada satu hal yang baru kusadari ketika aku mengingat masa kecilku bahwa aku jarang sekali diatur oleh kedua orang tuaku. Tidak seperti teman-temanku yang kadang kudapati menekuk wajah kecewa karena tidak boleh kesana kemari atau mungkin merengek tidak mau tidur siang. Seperti halnya Maira. Aku?


 Rasanya tak pernah kudapati orangtuaku berkata padaku, “Jangan kesana! Jangan kesini!” Atau yang paling sering kudapati pada teman-temanku, “Tidur siang nak!”

Aku merasa benar-benar dibebaskan, tak pernah diatur-atur sedemikian rupa. Sepulang sekolah aku bisa melakukan apapun sesuka hatiku. Bermain-main sepuasnya diluar jadwal sekolah Al-Quran tentunya.

“Aku nggak ikut camping, nggak boleh sama orang tua!” kata temen SDku saat itu. Akupun sedikit kecewa karena kelompokku akhirnya berkurang.

Aku nggak boleh ini sama ayah, aku nggak boleh itu!  Sering sekali rasanya kudengar teman-temanku berucap demikian. Sedangkan aku tak pernah sedikitpun merasa khawatir tidak diperbolehkan.

“Aku mau kesini!” jawab kedua orang tuaku hanyalah “iya, hati-hati! Keperluannya apa?” selesai.

Sekarang aku berpikir bahwa kedua orang tuaku benar-benar percaya sekali padaku. Buktinya masuk SMP aku sudah disekolahkan jauh dari mereka. Prinsip ayahku cuman 1 “anak itu jangan dipegang trus, lepaslah dia biar mandiri!” intinya sperti ini.

 Hampir semua keinginanku dulu selalu dipenuhi. Alhasil kadang ada rasa malas tidak usah izin orang tua menyergap. Ujungnya pasti aku akan diperbolehkan. Itulah pikiranku dulu.

Kenapa orang tua percaya sekali padaku? Kadang aku berpikir seperti ini. bisa saja sebenarnya kepercayaan itu kugunakan untuk hal yang tidak-tidak. Tapi aku sangat bersyukur aku tak pernah berpikir untuk melakukan hal-hal yang melanggar moral. Kadang aku berkaca pada beberapa teman-temanku. Dari mereka ada yang sepertiku, sangat dipercaya oleh kedua orangtuanya, tapi hatiku miris melihatnya yang  malah semakin tak karuan.

Dan kenapa aku menjadi anak yang baik yang taat dan hormat pada aturan? Dan apakah orangtuaku tak khawatir sedikitpun padaku yang langsung dilepas jauh dari mereka? Padahal banyak anak-anak yang dilepas dengan niat mengjarkan mereka mandiri, tapi hasilnya anak itu malah menjadi anak liar yang hidupnya tak karuan.

Dan baru kusadari bahwa sebenarnya mereka bukan percaya padaku, melainkanmempercayakanku  pada yang Maha Menjaga. Mereka percaya bahawa Yang Maha Penjaga akan selalu menjagaku dalam kebaikan.
Aku pernah mendapati handphone ayahku dengan wallpaper photoku. Masih zaman-zaman handphoneberkamera dan aku dengan udiknya menggunakannya untuk mengambil photoku close up sebanyak-banyaknya. Tapi kenapa yang dijadikan wallpaper malah photoku? Harusnya photo ayah sendiri biar keren. Itulah pikiranku dan lantas langsung mencari-cari photo ayahku.

“Eh, jangan diganti-ganti itu!” tiba-tiba ayah langsung mencegatku.

“Biar keren itu yang dipasang photonya ayah!” akupun ngeyel. Sama sekali tak terharu sedikitpun kalau yang dipasang adalah photoku sendiri.

Ayah mengambil handphonenya kembali.

“Ini supaya ketika ayah liat hp, ayah akan langsung berdoa untuk kebaikanmu!”

Aku lantas diam. Saat itu aku sedikit terharu tapi aku baru menyadari sekarang bahwa kata-kata itu adalah kata-kata termanis yang pernah kudengar dari ayahku. Doa? Ya, ayahku tak pernah over protective terhadapku. Beliau hanya menjagaku dengan doanya, menitipkanku pada yang Maha Penjaga. Bukankah sebaik-baik penjaga adalah Dia? Apalagi doa ayah dan ibu adalah doa yang mustajab.

“Ini supaya ketika ayah liat hp, ayah akan langsung berdoa untuk kebaikanmu,”

Tiga macam do’a dikabulkan tanpa diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa kedua orang tua, dan do’a seorang musafir (yang berpergian untuk maksud dan tujuan baik). (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Mengingatnya barulah aku sadar bahwa doa mereka benar-benar mempengaruhi hidupku. Ibu dan ayah adalah sosok orangtua yang kukenal sangat kuat doanya, sangat kuat dzikirnya. Terutama ayah, aku selalu mendapati mulutnya komat-kamit berdzikir diwaktu luang terutama saat pagi dan petang. Aku ingat sekali pernah ciut ditegurnya karena mengajaknya ngobrol saat beliau berdzikir di subuh hari. Dan disela-sela dzikirnya, aku sangat yakin beliau selalu berdoa untuk anak-anaknya.

Bukankah begitu banyak anak yang dilepas orangtuanya dengan maksud mandiri malah menjadi tak karuan? Bukankah banyak anak yang benar-benar dijaga dan dididiik dengan segala cara namun ternyata juga malah nihil hasilnya diantara berhasilnya orangtua yang lain? Karena aku yakin aku seperti ini adalah berkat doa-doa mereka.

Itulah juga kenapa aku merasa bahwa ketika mereka berdua masih hidup hatiku selalu tentram, rezekiku lancar terutama dalam akademik. Keberuntungankupun banyak, akupun adalah anak baik yang hormat dan patuh pada guru. Semua itu berkat doa mereka.

Aku masih ingat bahwa saat SMA kelas satu aku masih seorang anak yang patuh dan hormat. Setelah ayah meninggal, mungkin karena sedikit down dan lebih sering kembali pada kesedihan, akademikku langsung turun dan akupun tiba-tiba menjadi anak yang sedikit bandel. Begitu banyak peraturan asrama yang kulanggar dan akupun jadi mulai malas-malasan. Rupanya ada satu doa yang hilang dan aku tak memperkuatnya dengan doaku sendiri.

Dan sekarang? Satu doa kembali hilang dari ibuku. Lantas, apakah ketika dua doa mustajab itu hilang aku harus berdiam diri? Harusnya aku memperkuatnya dengan doaku sendiri. Bukankah Dia tetap adalah penerima doa?

Tiada seorang berdo’a kepada Allah dengan suatu do’a, kecuali dikabulkanNya, dan dia memperoleh salah satu dari tiga hal, yaitu dipercepat terkabulnya baginya di dunia, disimpan (ditabung) untuknya sampai di akhirat, atau diganti dengan mencegahnya dari musibah (bencana) yang serupa. (HR. Ath-Thabrani).


Hal yg sulit ketika kita kehilangan orang yang kita sayangi. Kuakui ini, apalagi ketika kusadari bahwa yang hilang tidak hanya orang yang disayangi melainkan doa mustajabnya. Tapi Allah tetap  adalah Maha Pemurah dan penyayang.

Ketika dua kekuatan itu sudah hilang, kini saatnya memperkuatnya dengan menambah kekuatan itu sendiri.

Doa, ya, mari kita perkuat doa kita! Dan bagi yang masih memiliki orangtua, jangan lupa untuk meminta doa mereka. Doa mereka adalah kekuatan besar untuk diri kita. Bukankah di hadis sudah dikatakan:

“Tiga macam do’a dikabulkan tanpa diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa kedua orang tua, dan do’a seorang musafir (yang berpergian untuk maksud dan tujuan baik).” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

 Doa kedua orang tua memang mustajab, semoga kita juga tak pernah lupa berdoa untuk mereka, sebagai bukti bakti kita kepada mereka,

“Ya Allah, sesungguhnya mereka, ibu dan ayahku teramat menyayangiku, maka sayangilah mereka. Ya Allah sesungguhnya mereka teramat mencintaiku, maka cintailah mereka. Ya Allah, sesungguhnya Ibu dan ayah selalu memaafkan kesalahanku, maka ampunilah dosa-dosa mereka”

“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku dan kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” [Ibrahim:41]

1 komentar:

tanerzakrzewski mengatakan...

2-Bead. A raft titanium - Titsanium - Titsanium
Our main goal is to titanium straightener make a strong-weight raft hypoallergenic titanium earrings that how to get titanium white octane will be able to fit more than 500 individual components. The main revlon titanium max edition objective of the 2-Bead core is $2.95 titanium damascus knives · ‎In stock

Mengenai Saya

Foto saya
Apalah arti sebuah nama, tapi ternyata nama sangatlah berarti. siapa nama anda dan bisa jadi kehidupan anda adalah seperti nama anda,,,

Entri Populer

Followers

Daftar Blog Saya